Pada kesempatan ini sengaja kami kilas balik membuka buka kembali memori foto foto kami pada tahun 2010 tepatny TANGGAL 4 OKTOBER 2010 pada saat itu masa berjayanya petani cabai karena kran impor cabe belum ada, petani gembira bahkan mitra muda kami ( depan berbaju pink) hasil panennya menjadi rumah gedung ( hadiah sebagai pengantin baru) pada saat itu.
Harga cabai dikisaran 70 sd 80 ribu per kg nya hal yang tidak biasa pada saat itu, musim hujan dengan intensitas tinggi sebagai faktor utama pemicunya, sehingga suplay kepasar berkurang. Hal yang menggegerkan pada saat itu adalah sampai sampai masalah cabai ini di bahas dalam rapat kabinet SBY (hal yang saat ini jarang kita lihat lagi). Petani yang bertahan tanamammya dari patek , busuk dan layu, berjaya.
Media massa mulai memblowup berita kenaikan harga ini secara berlebihan sehingga hampir tiap hari berita kenaikan harga cabai ini menjadi berita baiki media cetak, eloktronik dan media online. Akibatnya hibffa saat ini setiap ada kenaikan harga diakhir tahun ,awal tahun( musim penghujan) harga langsung terjun bebas lagi.
Adanya harga yang tinggi tersebut menyebabkan inflasi akibat lonjakan harga cabai menjadi terdorong, usulan impor cabai disetujui dan akhirnya hingga saat ini. Celakanya jumlah yang di import ugal ugalan melebihi kebutuhan pasar lokal. Data suplay pasokan ke pasar induk di berbagai profinsi di pulau Jawa selain bermanfaat bagi petani ternyata juga dimanfaatkan oleh importir untuk memasok cabai dari luar negeri.
Bahkan tonase nya dari tahun ke tahun jumlahnya kenaikan nya tidak tanggung tanggung 1774 persen bukan puluhan atau seratus persen tapi ribuan persen….wow. (Ini data BPS dalam 1 tahun,2020 SD 2021). Negara pemasok nya bahkan datang dari Spanyol ,bukan hanya dari Asia( India, China ,Malaysia). Bisa dihitung berapa Cuman yang didapatkan oleh importir tersebut??? Dan bagaimana dengan nasib petani??? Siapa yang PEDULI apalagi di LINDUNGI ?
Ini lah jenis cabai yang diimport dari India (hasil investigasi penulis sendiri di wilayah Garut, Samarang Tarogong,bahkan saat ini pemasok import cabai sudah memasuki wilayah Garut Utara )dengan tonase berlipat dari sebelumnya. Sebenarnya cabai yang masuk Ke Garut ini hanya transit dari importir (Jakarta,Bekasi) untuk di upah petik pemisahan antara buah dengan tangki nya. Harga upah per karungnya pun sangat murah sekali hanya 13 sd 16 ribu per 10 sd 12 kg nya. Pengerjaannya selesai dalam 2 hari per karungnya.
Kasihan petani, yang bekerja ‘setengah mati’ merawat tanamannya agar terhindar dari hama penyakit, biaya tinggi dikeluarkan pula untuk membayar upah kerja yang semakin tinggi.
Sementara itu cabai import yang peruntukan nya ke pabrik pengolahan ternyata dijual bebas di online bahkan ke pasar bebas dengan harga yang lebih rendah. Apa kebijakan tersebut membantu petani mensejahterakan petani atau malah menghancurkan petani dan pertanian secara umum. Ini baru satu komoditas belum lagi komoditas lainnya.